Seseorang bertanya kepada Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah:

"Kita melihat saat sekarang ini bila berangkat dari Arafah ke Muzdalifah, maka akan ada kemacetan besar di mana orang yang haji sampai ke Muzdalifah tidak mampu mabit di sana dan mendapat kesulitan dalam hal tersebut. Apakah boleh meninggalkan mabit di Muzdalifah dan adakah sangsi bagi orang yang meninggalkannya ? Apakah shalat Maghrib dan Isya mencukupi dari wukuf dan mabit di Muzdalifah, di mana orang yang haji shalat maghrib dan isya di Muzdalifah kemudian langsung ke Mina ? Dan apakah sah wukuf di Muzdalifah dengan cara seperti itu ? Mohon penjelasan tentang hal tersebut beserta dalilnya."

Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah menjawab,

"Mabit di Muzdalifah adalah kewajiban dari beberapa kewajiban dalam haji karena mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mabit dan shalat Shubuh di Muzdalifah lalu berdzikir setelah shalat hingga langit kekuning-kuningan, dan beliau bersabda : “Ambillah manasikmu dariku”. Maka orang yang haji tidak dinilai telah melaksanakan kewajiban ini jika dia shalat Maghrib dan Isya di Muzdalifah dengan jama’ kemudian meninggalkan Muzdalifah. Sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan keringanan meninggalkannya melainkan kepada orang-orang yang kemah setelah tengah malam.

Dan jika seseorang tidak mabit di Muzdalifah, maka dia wajib membayar dam karena meninggalkan kewajiban. Dan telah maklum bahwa diantara ulama terdapat perbedaan pendapat tentang hukum mabit di Muzdalifah, ada yang mengatakan rukun, ada yang mengatakan wajib, dan juga ada yang mengatakan sunnah. Tapi yang terkuat dari beberapa pendapat tersebut adalah, bahwa mabit wajib dalam haji, dan bagi orang yang meninggalkannya wajib menyembelih kurban dan hajinya sah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dan bahwa mabit di Muzdalifah tidak diberikan keringanan untuk meninggalkannya sampai tengah malam bagian kedua melainkan kepada orang-orang yang lemah. Adapun orang-orang yang kuat maka yang sunnah bagi mereka adalah tetap di Muzdalifah hingga shalat Shubuh dan memperbanyak dzikir serta berdo’a kepada Allah setelah shalat hingga langit kekuning-kuningan kemudian bertolak ke Mina sebelum terbit matahari karena mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Siapa yang tidak mampu sampai di Muzdalifah melainkan sehabis tengah malam dari orang-orang yang lemah, maka cukup bagi mereka muqim di Muzdalifah pada sebagian waktu kemudian meninggalkan Muzdalifah karena mengambil rukhsah (dispensasi). Dan Allah adalah yang memberikan pertolongan kepada kebaikan. "

Sumber: Buku Fatwa Haji dan Umroh oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, [Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]