Thawaf Wada' adalah thawaf terakhir di Masjidil Haram, sebagai akhir perjalanan haji. Ini merupakan thawaf terakhir bagi orang yang melaksanakan haji sebelum meninggalkan Mekkah, tidak ada lagi ibadah setelahnya.

Menurut Ibnu 'Abbas, ia menyampaikan,

أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ ، إِلاَّ أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْحَائِضِ

"Manusia diperintahkan menjadikan akhir amalan hajinya adalah di Baitullah (dengan thowaf wada’, pen) kecuali hal ini diberi keringanan bagi wanita haidh." (HR. Bukhari no. 1755 dan Muslim no. 1328).

Wanita yang sedang haid dan telah melakukan thawaf ifadhah, jika bisa menunggu hingga suci, diwajibkan untuk melakukan thawaf Wada'. Namun, jika tidak bisa menunggu karena harus meninggalkan Mekkah, maka thawaf Wada' tidak diwajibkan.

Thawaf Wada' ini menjadi amalan terakhir bagi orang yang melakukan haji di Baitullah, dan ia diharapkan untuk tidak tinggal lama setelahnya. Jika terlalu lama tinggal, thawaf Wada' harus diulangi. Tetapi, jika tinggal sebentar untuk alasan seperti menunggu rombongan atau memenuhi kebutuhan, itu tidak menjadi masalah. Jika seseorang belum melakukan sa'i haji, ia dapat melakukan sa'i setelah thawaf Wada', karena sa'i tidak memerlukan waktu lama.

Bagi penduduk Mekkah, thawaf Wada' tidak diwajibkan. Begitu juga bagi orang yang melakukan umroh, karena tidak ada dalil yang mendukung kewajiban thawaf Wada' menurut mayoritas ulama.

Thawaf Ifadhah dapat diakhirkan dan digabungkan dalam satu niat dengan thawaf Wada'. Hal ini sesuai dengan pendapat yang shahih.

Bagi yang telah menyelesaikan semua manasik, disarankan untuk segera pulang dan berkumpul dengan keluarga, karena tindakan ini mendatangkan pahala besar, sesuai dengan contoh yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ ، يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ ، فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ

“Safar adalah bagian dari adzab (siksa). Ketika safar salah seorang dari kalian akan sulit makan, minum dan tidur. Jika urusannya telah selesai, bersegeralah kembali kepada keluarganya.” (HR. Bukhari no. 1804 dan Muslim no. 1927).