Fatwa Ulama: Meninggal Keadaan Belum Berhaji dan Tidak Mewasiatkan
Haji adalah rukun Islam yang kelima dan wajib dilaksanakan bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan, baik secara fisik, mental, maupun finansial. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an:
"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali Imran: 97)
Namun, bagaimana jika seseorang yang sudah memenuhi syarat untuk berhaji namun meninggal dunia sebelum sempat melaksanakan ibadah haji dan tidak meninggalkan wasiat untuk berhaji? Bagaimana hukumnya menurut pandangan para ulama berdasarkan pemahaman manhaj salaf? Artikel ini akan membahas fatwa-fatwa ulama terkait hal ini beserta dalil yang mendasarinya.
Kewajiban Haji dan Kedudukannya dalam Islam
Haji merupakan salah satu dari rukun Islam yang sangat penting. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ."
"Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah bagi yang mampu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibadah haji menjadi kewajiban bagi seorang muslim yang telah memiliki kemampuan, baik secara finansial, fisik, dan mendapatkan keamanan selama perjalanan. Kewajiban ini tidak bisa diremehkan, karena meninggalkannya tanpa uzur syar’i termasuk dalam dosa besar.
Namun, ada kalanya seseorang meninggal dunia dalam keadaan belum berhaji, baik karena lalai atau adanya faktor yang menghalanginya. Masalah menjadi lebih kompleks ketika orang tersebut tidak mewasiatkan kepada keluarganya atau ahli warisnya untuk berhaji atau menggantikannya. Apakah kewajiban hajinya tetap berlaku, ataukah gugur dengan kematiannya?
Bagaimana Pandangan Ulama Salaf Mengenai Meninggal Sebelum Haji Tanpa Wasiat?
Dalam manhaj salaf, setiap ibadah, termasuk haji, memiliki aturan yang sangat jelas. Berdasarkan hadits dan perkataan sahabat, jika seseorang telah mampu secara finansial dan fisik untuk berhaji namun meninggal dunia sebelum sempat melaksanakan ibadah tersebut, kewajiban haji tidak otomatis gugur.
BACA JUGA: Apakah Umat Muslim Menyembah Ka'bah dan Hajar Aswad?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menegaskan bahwa kewajiban haji tetap ada walaupun orang tersebut telah meninggal. Hal ini didasarkan pada hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma:
"Seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: 'Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk berhaji, namun ia meninggal sebelum menunaikannya. Apakah aku harus berhaji untuknya?' Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: 'Iya, berhajilah untuknya. Bukankah jika ibumu punya hutang, kamu yang akan melunasinya? Hutang kepada Allah lebih berhak untuk dilunasi.'" (HR. Bukhari, no. 1852)
Hadits ini menjelaskan bahwa kewajiban haji adalah seperti hutang kepada Allah. Seperti halnya hutang kepada manusia, hutang kepada Allah harus dilunasi. Jika orang tersebut meninggal dan belum berhaji, maka kewajiban tersebut dapat dilakukan oleh ahli warisnya, atau orang lain yang memenuhi syarat, melalui badal haji (haji yang dilaksanakan oleh orang lain atas nama orang yang sudah meninggal).
Bagaimana Jika Tidak Mewasiatkan?
Lalu bagaimana jika orang yang meninggal dunia tersebut tidak mewasiatkan kepada ahli warisnya untuk melaksanakan haji atas namanya? Apakah tetap ada kewajiban bagi ahli waris atau keluarga untuk menggantikan hajinya?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa meskipun orang yang meninggal tidak mewasiatkan, haji tetap wajib ditunaikan atas nama orang tersebut, terutama jika ia sudah memenuhi syarat wajib haji sebelum meninggal. Pendapat ini didasarkan pada pemahaman bahwa haji adalah kewajiban yang tidak bisa gugur begitu saja dengan kematian, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan para ulama lainnya.
Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughni, menjelaskan bahwa ahli waris atau keluarga dianjurkan untuk melaksanakan badal haji bagi orang yang meninggal dunia dan belum berhaji, meskipun orang tersebut tidak sempat mewasiatkan. Haji tetap merupakan hutang kepada Allah yang harus dilunasi.
Fatwa Ulama dalam Masalah Ini
Beberapa ulama kontemporer juga menjelaskan hal ini dengan detail. Di antara mereka, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa jika seseorang meninggal dunia dan belum melaksanakan haji, ahli waris harus melihat apakah orang tersebut meninggalkan harta yang cukup untuk melaksanakan haji atau tidak. Jika ada harta yang cukup, maka harta tersebut digunakan untuk melaksanakan badal haji bagi almarhum.
Namun, jika tidak ada harta yang cukup, maka ahli waris tidak wajib berhaji atas nama orang tersebut, tetapi dianjurkan untuk melakukannya sebagai bentuk kebaikan dan bakti kepada orang tua atau kerabat yang telah meninggal.
Apa yang Harus Dilakukan Ahli Waris?
Berdasarkan fatwa ulama dan manhaj salaf, berikut langkah-langkah yang bisa diambil oleh ahli waris jika ada kerabat yang meninggal dunia dan belum melaksanakan haji:
- Memeriksa Wasiat dan Harta yang Ditinggalkan: Jika orang yang meninggal mewasiatkan untuk berhaji atas namanya dan meninggalkan harta yang cukup, maka kewajiban haji tersebut harus ditunaikan dengan menggunakan harta peninggalannya. Jika tidak ada wasiat namun terdapat harta yang mencukupi, ahli waris dianjurkan untuk melakukan.
- Melakukan Badal Haji : Ahli waris bisa melaksanakan haji atas nama orang yang telah meninggal atau menunjuk orang lain yang sudah pernah berhaji untuk melaksanakannya, sebagaimana diperbolehkan dalam hadits.
Kesimpulan
Dalam pandangan manhaj salaf, kewajiban haji bagi seorang muslim yang telah mampu tidak gugur hanya karena kematian. Jika seseorang meninggal sebelum melaksanakan haji dan tidak mewasiatkan ahli warisnya, kewajiban tersebut tetap ada dan dianjurkan untuk ditunaikan melalui haji badal. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa haji adalah hutang kepada Allah, dan hutang kepada Allah lebih berhak untuk dilunasi.
Rahmat Allah begitu luas, dan jika seseorang benar-benar memiliki niat untuk berhaji namun terhalang oleh takdir, insya Allah, pahala niatnya tetap akan dicatat. Namun, sebagai umat Islam, penting bagi kita untuk menyegerakan melaksanakan haji ketika sudah mampu, agar kewajiban tersebut tidak tertunda atau ditinggalkan.
Semoga kita semua dimudahkan dalam menunaikan kewajiban haji dan mendapat pahala serta keberkahan dalam setiap langkah ibadah kita.
Kunjungi haramainku.com untuk penjelasan lebih lanjut tentang hukum haji bagi yang meninggal sebelum berhaji menurut manhaj salaf.