Melempar Jumroh Adalah Melempar Setan?

Kategori : Fiqih, Ditulis pada : 29 Agustus 2023, 15:50:26

Dalam pelaksanaan ibadah haji, melempar jumroh menjadi salah satu tahapan yang sering menimbulkan perdebatan. Beberapa orang menganggap bahwa melempar jumroh adalah perbuatan melempar setan yang sedang terikat pada tugu jumroh. Keyakinan ini bahkan mendorong beberapa individu mencari batu besar untuk melontarkan jumroh, bahkan dengan menggunakan sendal, sepatu, dan benda-benda lainnya.

Namun, perlu dijelaskan bahwa pandangan ini keliru. Pandangan ini didasarkan pada pendapat yang salah terhadap pernyataan Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma.

عن ابن عباس رضي الله عنهما رفعه إلى النبي ‘ قال :” لما أتى إبراهيم خليل الله المناسك عرض له الشيطان عند جمرة العقبة فرماه بسبع حصيات حتى ساخ في الأرض ، ثم عرض له عند الجمرة الثانية فرماه بسبع حصيات حتى ساخ في الأرض ، ثم عرض له عند الجمرة الثالثة فرماه بسبع حصيات حتى ساخ في الأرض ” قال ابن عباس : الشيطان ترجمون ، وملة أبيكم إبراهيم تتبعون

"Dari Ibnu Abbas radhiyallallahu’anhuma, beliau menisbatkan pernyataan ini kepada Nabi, “Ketika Ibrahim kekasih Allah melakukan ibadah haji, tiba-tiba Iblis menampakkan diri di hadapan beliau di jumrah’Aqobah. Lalu Ibrahim melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga iblis itupun masuk ke tanah . Iblis itu menampakkan dirinya kembali di jumrah yang kedua. Lalu Ibrahim melempari setan itu kembali dengan tujuh kerikil, hingga iblis itupun masuk ke tanah. Kemudian Iblis menampakkan dirinya kembali di jumrah ketiga. Lalu Ibrahim pun melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga iblis itu masuk ke tanah."

Ibnu Abbas kemudian mengatakan,

الشيطان ترجمون ، وملة أبيكم إبراهيم تتبعون

"Kalian merajam setan, bersamaan dengan itu (dengan melempar jumrah) kalian mengikuti agama ayah kalian Ibrahim."

(diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, beliau berdua menshahihkan riwayat ini. Dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib (2/17), hadits nomor 1156.)

Dalam kisah tentang Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Ibnu Abbas mengemukakan bahwa melempar jumroh dapat diartikan sebagai "merajam setan". Namun, istilah ini sebenarnya memiliki makna bukan sesungguhnya, yaitu bahwa setan merasa terhina dan tersiksa ketika melihat seorang mukmin menjalankan perintah Allah dan mengingat-Nya.

Hal ini juga diperkuat oleh ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan bahwa Ibadah melempar jumroh adalah bentuk pengingat kepada Allah. Tujuan dari melempar jumroh bukanlah melempari setan, melainkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam bentuk dzikir. Allah ta'ala berfirman,

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَات

"Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang." (QS. Al-Baqarah: 203).

Perintah berdzikir pada hari-hari yang berbilang dalam ayat di atas adalah melempar jumrah. Karena Allah ta’ala berfirman pada ayat selanjutnya,

فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْه

"Barangsiapa yang ingin segera menyelesaikan lempar jumrahnya dalam dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menyempurnakannya dalam tiga hari, maka tidak ada dosa pula baginya." (QS. Al-Baqarah: 203)

Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam juga telah menjelaskan bahwa melempar jumroh adalah untuk mengingat Allah. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْيُ الْجِمَارِ ِلإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّه

"Sesungguhnya, diadakannya thawaf di Ka’bah, sa’i antara Shafa dan Marwa dan melempar jumrah, adalah untuk mengingat Allah." (HR. Abu Daud no. 1888. Di hasankan oleh Al-Arnauth).

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan,

هذه هي الحكمة من رمي الجمرات ولهذا يكبر الانسان عند كل حصاة لا يقول: اعوذ بالله من الشيطان الرجيم بل يكبر ويقول : الله اكبر. تعظيما لله الذي شرع رمي هذه الحصى

"Inilah hikmah dari ibadah melempar jumrah. Oleh karena itu, (saat melempar jumrah) orang-orang bertakbir di setiap lemparan, mereka tidak mengucapkan,

"A‘uudzubillahi minasy syaithanir rajiim" (kuberlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).

Mereka justru bertakbir, "Allahu akbar", sebagai bentuk pengagungan kepada Allah yang telah mensyariatkan ibadah melempar jumrah." (Majmu’ Fatawa War Rasaa-il Ibni ‘Utsaimin, 3/133)

Oleh karena itu, kita perlu memahami hikmah dan tujuan di balik setiap perintah Allah, meskipun kita mungkin tidak sepenuhnya memahaminya. Sebagai seorang mukmin, kita meyakini bahwa setiap perintah Allah memiliki hikmah yang baik. Walaupun kita tidak selalu dapat memahami sepenuhnya hikmah tersebut, ketidakpahaman kita tidak boleh mengurangi kesungguhan dalam menjalankan perintah-Nya.

Minimal ketidak tahuan kita terhadap hikmah yang terkandung pada suatu ibadah, akan memunculkan rasa penghambaan yang sejujurnya. Dimana dia menjalankan ibadah semata-semata karena menjalankan perintah dari Tuhan yang telah menciptakannya. Ia patuhi perintah Allah itu karena ia menyadari bahwa dirinya seorang hamba dan Allah memerintahkan susatu karena Allah menyayanginya. Pasti ada rahasia indah di balik semua itu.

Penting bagi kita untuk tetap menjaga pemahaman yang benar terhadap ajaran agama, dengan mengambil penjelasan dari sumber-sumber yang sahih dan ilmu yang benar. Dengan demikian, kita dapat menjalankan ibadah dengan penuh keyakinan dan keikhlasan, mengingat bahwa Allah adalah Yang Maha Bijak dalam menetapkan aturan dan hikmah-Nya.

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id