Mengenal Miqot Untuk Mulai Berihram
Miqot adalah waktu dan tempat dimana seseorang mulai berihram. Jamaah umroh indonesia memiliki dua gelombang keberangkatan. Gelombang pertama jamaah yang berangkat ke Madinah terlebih dahulu lalu ke Mekkah untuk umroh, dan jamaah yang berangkat langsung menuju Mekkah.
Jenis Miqot
Miqot terdapat dua jenis:
- Miqot Zamaniyyah (waktu) yaitu bulan-bulan haji,mulai dari syawal, dzulqo'dah dan dzulhijjah.
- Miqot Makaniyyah (tempat) yaitu tempat mulai berihram bagi yang berniat haji atau umroh.
BACA : Lebih Utama Shalat di Masjidil Haram atau di Rumah Bagi Wanita di Bulan Ramadhan?
Ada lima tempat miqot:
(1) Dzulhulaifah (Bir 'Ali) adalah miqot penduduk Madinah.
(2) Al Juhfah, miqot penduduk Syam.
(3) Qornul Manazil (As Sailul Kabir), miqot penduduk Najed.
(4) Yalamlam (As Sa'diyah), miqot penduduk Yaman.
(5) Dzat 'Irqin (Adh Dhoribah), penduduk Irak.
Ada beberapa catatan terkait masalah Miqot
a. Penduduk Mekkah yang ingin berihram untuk umroh atau haji, maka dia keluar dari tanah haram dan bermiqot dari mana saja
b. Tidak boleh seseorang yang sedang beribadah haji atau umroh melewati miqot tanpa ihram. Jika melewati miqot tanpa ihram, maka wajib kembali untuk berihram. Jika tidak kembali, maka wajib baginya membayar dam (fidyah), namun haji atau umrohnya sah. Jika seseorang berihram sebelum miqot maka sah baginya, namun dinilai makruh.
Miqot dari jeddah
Sebagian jamaah haji dari indonesia, meyakini Jeddah adalah tempat awal ihram. Padahal Jeddah sudah ada sejak masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, namun beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menetapkan Jeddah sebagai miqot. Mayoritas 'ulama berpendapat bahwa Jeddah bukan miqot. Indonesia yang berada di timur Saudi Arabia, berarti akan melewati miqot terlebih dahulu sebelum masuk Jeddah, bisa jadi mereka melewati Qornul Manazil, Dzat ‘Irqin atau Yalamlam. Dalil penguat bahwa yang melewati daerah miqot, maka harus berihram dari tempat tersebut dan tidak boleh melewatinya adalah hadits, Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
إِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَقَّتَ لأَهْلِ الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ ، وَلأَهْلِ الشَّأْمِ الْجُحْفَةَ ، وَلأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنَ الْمَنَازِلِ ، وَلأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ ، هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ ، مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ، وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ ، حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan miqat untuk penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, penduduk Syam di Juhfah, penduduk Nejd di Qarnul Manazil dan penduduk Yaman di Yalamlam.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Miqat-miqat tersebut sudah ditentukan bagi penduduk masing-masing kota tersebut dan juga bagi orang lain yang hendak melewati kota-kota tadi padahal dia bukan penduduknya namun ia ingin menunaikan ibadah haji atau umrah. Barangsiapa yang kondisinya dalam daerah miqat tersebut, maka miqatnya dari mana pun dia memulainya. Sehingga penduduk Makkah, miqatnya juga dari Makkah.” (HR. Bukhari no. 1524 dan Muslim no. 1181).